Penutup

Kajian ini menunjukkan bahwa dinamika sosial di Papua bukan hanya tentang konflik dan kekerasan, sebab kita masih bisa menemukan harmoni dan perdamaian di wilayah-wilayah tertentu di Papua yang menyumbang kepada penguatan integrasi sosial sebagaimana yang terjadi di Fakfak Papua Barat. Masyarakat Fakfak berhasil menjaga wilayahnya untuk tidak jatuh dalam konflik dan anarkisme sebagaimana yang terjadi hampir di semua tempat di Papua. Agama dan budaya telah menjadi faktor determinan yang memperkuat integrasi sosial dalam masyarakat Fakfak yang majemuk. Integrasi sosial tersebut dibentuk dari akulturasi antara nilai-nilai agama dan budaya yang melahirkan nilai-nilai toleransi dan kerukunan antar masyarakat yang berbeda agama, etnis dan budaya. Nilai-nilai tersebut kemudian dilembagakan dalam filosofi Satu Tungku Tiga Batu yang menjadi norma dan kearifan lokal yang mengikat masyarakat Fakfak dalam satu satu keseimbangan.

Namun studi ini juga menemukan bahwa harmoni dan perdamaian pada masyarakat Fakfak memerlukan penguatan terus-menerus karena rentan dengan berbagai isu politik di Papua yang pada tingkat tertentu telah memecah masyarakat kedalam kelompok yang saling mengancam, seperti Pro-Merdeka dan Pro-NKRI. Sementara itu, munculnya isu Islamisasi yang didukung oleh kehadiran kelompok-kelompok keagamaan yang radikal dengan jaringan yang semakin meluas dan tidak toleran pada perbedaan agama, seperti HTI, Lasykar Jihad dan AFKN serta gereja-gereja ekstrim dari kalangan Kharismatis dan Pantekosta juga patut di perhatikan. Oleh sebab itu, masyarakat Fakfak dan institusi sosial di sana perlu diperkuat untuk mempertahankan harmoni dan keragaman di tengah berbagai tekanan yang ada. Mungkin diperlukan kretifitas dalam beradaptasi dan kemampuan melakukan transformasi agar nilai-nilai lokal tetap aktual di tengah berbagai perubahan.
Semoga!

Komentar